Tuesday, August 23, 2011

CIE!

Berjemur..


@Grogol, Jakarta Barat

hey boys! it is not a slider, it is a truck!

Monday, June 20, 2011

BE HONEST

SAY OR PAY
Do it with your children, Ladies!

WHAT YOU NEED:

A Bible, a list of true and false statement about Bible stories, and a list of silly consequences for incorrect answers, both prepared earlier by a parent.

WHAT TO DO:

1. Read Acts 5:1-11

2. Talk about being honest in words and actions. Impress upon the family the consequences of honesty and dishonesty. Sometimes rewards and punishments are immediate and our relationship with God are always affected.

3. Play "SAY OR PAY". Read a statement about a Bible story. (Example: "Noah married Eve, True or False.") A correct answer earns the player a point ot a treat. An incorrect guess earns a consequence (quack like a duck, or shine my shoes, etc).

Have a great quality time ^^

Tuesday, February 15, 2011

Sulutan Kritik.

"Ini ampun yaaaaaaaa jadi pengemis kok kurang ajar sekali!!! Ngga tau etika!!! Ngga pernah kenal totokromo!!!"
"Tolong ya mbak jadi pelayan itu tau diri! Ini liat meja kotor, mbokyo dibersihkan toh!"
"Pak! nyetirnya bisa ngga sih yang bener, saya lagi pake lipstik!


Anda boleh tidak percaya bahwa kalimat yang menyulut ini keluar dari mulut seorang Ladies yang berpendidikan cukup tinggi, bahkan ia istri seorang pejabat.
Lalu?

Ladies, tuduhan dan cacian atau sikap mencari-cari kesalahan, yang kerap didorong oleh rasa kesal, akan menimbulkan masalah. Ingatlah bahwa ketika Anda menuduh orang lain dengan jari telunjuk, tiga jari lainnya menunjuk ke arah Anda.
Sepertinya, kisah Akbar dan Birbal patut Ladies ingat-ingat.

Akbar, Sultan Moghul raya, suatu kali meminta perdana menterinya, Birbal, yang terkenal dengan kebijakan dan kecerdasannya, untuk membuat lukisan potret dirinya. Birbal menyelesaikan pekerjaan itu dalam waktu enam hari dan mempersembahkan lukisan itu kepada sang kaisar yang merasa gembira. Akbar meminta Navratna-nya (sembilan orang terpandang yang menjadi penasihat Akbar-termasuk Birbal. Mereka satu per satu menghampiri lukisan itu, memberi tanda titik diatasnya setiap kali mereka meras aada yang perlu perbaikan. Lukisan itu lalu dipenuhi dengan tanda titik dan Akbar dengan sendirinya merasa masygul dan meminta penjelasan kepada Birbal. Birbal berpikir sejenak kemudian meminta delapan kanvas kosong. Satu kanvas untuk masing-masing sejawatnya. Ia lalu meminta mereka membuat lukisan potret diri Akbar. Tidak seorang pun yang melangkah maju. Akbar, dengan mata murung, bergumam, "Dasar tukang kritik.

Back..
Ladies yang penuh dengan celotehan menyulut tadi, tanpa dirinya sadari, ia telah amat sangat meremehkan Pencipta. Sebagai sosok 'berpendidikan' seharusnya ia dapat berfikir: JIKA MEREKA BISA SEPERTI YANG SAYA HARAPKAN, TENTU MEREKA TIDAK AKAN MENJADI PENGEMIS, WAITRESS, JUGA SUPIR.

Sayangnya, tak semua Ladies menyadari hal diatas. Begitupun dengan saya, seringakali saya 'kecolongan'. Seperti post sebelumnya, saya sedang berada dalam area pembangunan pabrik pikiran positif, cause of that, this words typed.

So, jika Ladies mendapatkan orang lain membuat kesalahan, tidak ada salahnya menunjukkan kesalahan itu asalkan Ladies sendiri adalah seorang yang ahli di dalamnya. Jika tidak, sebaiknya tutup mulut. Jangan lupa bahwa setiap kali Ladies mengkritik, anda menciptakan musuh. Kekuatan Ladies yang sejati terletak pada menerima kesalahan dan menertawai diri sendiri.
Herlind.

Membangun Pabrik Pikiran Positif

Baru saja saya saling berkirim pesan instan dengan adik kelas saya semasa SMA dulu. Setelah berbincang sebentar, kemudian saya memberi alamat blog ini, untuk dia follow. Diluar pikiran saya, tiba-tiba dia bertanya, "Se formal gimana,Ka?", "Kakak fokus dari sisi mana? Pelajar apa warga negara biasa?", "Bentuk karangannya analitik, diskusi atau hortatori?".
Satu hal. Wow. Tak salah saya berteman dengan bocah ini ;)

Dari perbincangan singkat itu, saya sempat kikuk juga menjawab pertanyaan yang diajukan. Namun saya tetap berusaha menjawab dengan baik. Teringat sebuah kalimat di salah satu buku yang pernah saya baca,

"Karena kebanyakan dinding menghalangi, kita hanya ada di dalam pikiran kita"

Kalimat itulah yang terjadi dalam beberapa bagian pada tubuh saya beberapa tahun kebelakang. Punya blog? semenjak kenal internet. Hobi menulis? sedari kecil. Argue? hey, thats my habbit. Tapi apa? dalam beberapa tahun saya merasa tidak perlu untuk menulis di dalamnya, dengan anggapan toh yang baca juga tak banyak.

Tidak ada seorang pesimis yang pernah menemukan rahasia bintang-bintang, atau berlayar ke tanah yang belum tercantum di peta, atau membuka sebuah pintu baru bagi jiwa manusia- Hellen Keller

Kalimat ini termasuk dalam daftar rangkaian kata menyadarkan saya untuk 'mau' berpikir bukan sebagai sosok penuh rasa takut gagal, takut dicemooh, takut diremehkan.
Baik, dalam post ini saya mengajak Ladies, khususnya, untuk Mulai Membangun Pabrik Pikiran Positif.
Well, mari mulai dengan berpikir bahwa KITA DILAHIRKAN UNTUK MENANG.


Pikiran kita, membuahkan kata-kata. Kata-kata yang terlontar akan menjadi tindakan kita. Tindakan tersebut akan jadi kebiasaan kita, dan kebiasaan kita akan menjadi sifat kita.
Ladies, jika sudah menjadi sifat anda untuk menjaga pikiran, kata-kata, tindakan dan kebiasaan anda, anda akan dapat menyingkirkan pikiran-pikiran negatif anda ketika pikiran itu muncul. Pola pikir negatif adalah hasil dari emosi yang kacau.

Coba deh, ketika ada Ladies yang menggerutu tentang potongan rambutnya yang dia anggap terlalu tidak seimbang antara sisi rambut yang kanan dengan sisi rambut yang kiri. Bukannya puas dengan hasil tangan seorang ahli rambut, Ladies tersebut mengambil gunting dan segera pergi mencari cermin dengan omelan-omelan khas Ladies masa kini. Lalu apa yang terjadi? emosi membawanya pada masalah baru. yang pendek menjadi terlalu pendek, dan yang panjang? jauh lebih pendek. Hingga Ladies tersebut harus datang ke toko penjualan rambut-rambut palsu.
Bagaimana? emosi membawa semua hal menjadi kacau. Tapi jika anda menyadari hal ini, anda dapat memastikan semua yang baik untuk anda.

Dari sebuah buku motivasi milik Papa saya, tercantum sebuah cara sederhana untuk mengendalikan pikiran.GIGO dan BIBO.
GIGO-sebuah istilah komputer yang bermakna Garbage in Garbage Out (masuk sampah keluar sampah)--dengan mengubahnya menjadi GIGO-Good Ideas In Good Ideas Out (masuk ide bagus keluar ide bagus).
Menarik bukan?! dengan membacanya sekilas saja, sudah memberikan makna mendalam.
Sebenarnya, sampai tingkatan tertentu, komputer dan benak manusia dapat diperbandingkan, karena apa yang Ladies peroleh sebagai keluaran, bergantung pada apa yang Ladies masukkan. Itu yang ditabur, itu yang dituai. Tetapi tidak sesederhana itu, manusia adalah mahluk jenaka. Manusia berfikir bahwa dirinya lebih cerdik, bahwa kata-kata bijak tadi tidak berlaku bagi dirinya sendiri. Betapa kelirunya mereka. Bagaimana tidak? Banyak ladies membiarkan dirinya atau anak-anaknya duduk di depan kotak dungu dan menonton semua sampah TV itu. Inilah yang menjadi fakta bahwa seteru terbesar atau sahabat terbaik saya adalah diri saya sendiri.

Karena alasan inilah maka saya tidak membiarkan benak saya dibombardir dengan gagasan-gagasan yang buruk dari televisi dan video, sahabat, teman, buku, surat kabar, dan sebagainya BIBO-Bad Ideas In Bad Ideas Out.
Herlind.

Monday, February 14, 2011

Mahasiswa, Sukses, dan Nasionalisme.

26 Januari 2011, adalah hari dimana kali pertama saya menghadiri seminar dengan status baru saya; Mahasiswi.
Berangkat bersama Scholarship team dari kampus Trisakti School of Management, Grogol menuju Gedung Manggala Wanabakti yang berada tak jauh dari kawasan gedung MPR/DPR bukanlah perjalanan yang jauh. Dekat juga tidak.
Turun dari bus dengan menggunakan jas almamater, menuju ruang seminar, disambut lantunan melodi angklung teman kami, STPT (Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti), memberi kesan tersendiri bagi saya. Hangat. Dan, keren! :)

"Kebhinekaan" menjadi tema seminar yang diadakan dalam rangka memperingati HUT ke-45 Yayasan Trisakti ini.



Dihadiri oleh
- Wakil Kementerian Pendidikan Nasional Bapak Prof. Dr. Fasri Jalal
- Tokoh Budayawan Bapak Gunawan Muhammad
- Tokoh Masyarakat Ibu Prof Dr. Melanie Budhianta dan Bapak Yudi Latief MA. Phd
-Tokoh pemerintah, Peneliti LIPI dan para undangan berbagai perguruan tinggi Trisakti, akademis, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
- Para mahasiswa dan para alumni dari Perguruan Tinggi Trisakti
- Ketua Pengurus Yayasan Trisakti Bapak Julius Yudha Halim, serta sebagai moderator Bapak Harry Tjan.
Kami semua berkumpul membicarakan dan membedah strategi para akademisi, birokrasi, praktisi dan para pakar bersama berbincang membuka dan menjembatani pluralism dengan cara mengenali keterbatasan, tantangan serta peluang bagi Indonesia.

Sungguh menjadi kesempatan langka bagi saya bisa bertemu tokoh-tokoh luar biasa seperti beliau-beliau. Yang tadinya hanya bisa menatap kagum pada artikel-artikel mereka di media masa, tapi sekarang saya berkesempatan untuk berdialog dengan para pendekar Indonesia ini.

Firstly, saya merasakan kebhinekaan telah lahir dari kepala Trisakti itu sendiri. bagaimana tidak? Tongkat kepemimpinan Yayasan Trisakti ini saja dipimpin oleh seorang luar biasa yang jika Anda perhatikan, sangatlah unik. Bapak Harry Tjan Silalahi dengan wajah China, bermargakan marga Batak dan berbicara layaknya anggota keraton Yogyakarta. awesome!!!

Kedua, saya terkagum-kagum dengan tutur kata yang amat teratur yang dilontarkan oleh Ibu Prof. Dr. Melanie Budiantha. Beliau menuturkan sebuah realita unik yang beliau temukan di Madura. Sebuah pulau di utara pulau Jawa itu menyimpan sebuah kenyataan pahit.
Lemme tell you what Ms. Melanie had told ya? :)

Jadi di Madura sana, ada sebuah daerah bernama Pamekasan. Daerah ini , di kenal sebagai kampung tki . Rumah - rumah mewah disana , berdiri kokoh di bangun oleh warga yang sukses menjadi TKI . Namun sayang , rumah megah ini , banyak yang kosong di tinggal pergi sang pemilik rumah . Dari total 7300 warga, 10 persen warganya merantau menjadi TKI di negeri Jiran Malaysia . Ironisnya , jalur yang mereka tempuh menjadi TKI rata-rata ilegal. Kepala desa setempat yang seringkali memberikan sosialisasi keselamatan kerja melalui jalur resmi , justru tidak di gubris . Pasalnya , kebanyakan dari mereka mengaku di persulit oleh pihak pemerintah . Selain itu , jika melalui jalur resmi , biaya yang di keluarkan sangat mahal , serta tidak cepat sampai pada tujuan. Sebab, prosesnya dianggap jelimet.

Permasalahan yang Prof. Melanie tekankan bukanlah persoalan TKI ilegal. Tapi pada anak-anak umur sekolah dasar yang notabene adalah anak-anak yg ditinggal ber TKI oleh orang tuanya. Sebuah pemandangan yang cukup ganjil melihat kebun-kebun dan lapangan yang sepi dari rendah riuh anak-anak. Kemana mereka?
PENYEWAAN PLAYSTATION.
Tidak ada lagi dari mereka yang bermain di karapan, tidak ada lagi dari mereka yang bermain enggrang, tidak ada lagi dari mereka yang bermain galah, tidak ada lagi dari mereka yang bermain ampar-ampar pisang, tidak ada lagi dari mereka yang bernyanyi injit-injit semut. Mereka justru lebih mengenal apa itu GTA, CounterStrike, TMNT (Teenage Mutan Ninja Turtles), dan masih banyak games PlayStation lainnya.
Bagi sebagian khalayak, hal ini mungkin termasuk daftar hal-hal yang dapat diabaikan. Tapi tidak dengan beliau. Hal ini merupakan masalah kritis,paparnya.
Nasib bangsa ini kelak ada di tangan mereka. Tindak tinduk merekalah yang menentukan terlaksananya cita-cita bangsa atau tidak, suksesnya MDGs (Millennium Development Goals) apa tidak, masih Garuda kah lambang negara kita. Those are in the palm of their hands.
Kemirisan belum berhenti disitu, terdapat banyak rumah-rumah berspanduk:

"MAU DAPAT UANG BANYAK? MAU BISA BANGUN RUMAH MEWAH? MAU BISA PUNYA MOBIL? MAU BISA KELILING DUNIA? JADILAH TKI DENGAN DAFTAR DISINI"

It such a weird view. I never find a poster like that in Jakarta, exceedingly, or the other cities that i ever visit.
Well, coba mari kita pikir, permasalahan-permasalahan di atas apa lantas tidak memberikan efek apapun? salah besar. Anak-anak Madura ini sudah tidak peduli dengan kebuadayaannya. Mereka lebih bangga dengan celana pensil dan Ragnarok nya. Keadaan diperparah ketika mereka sudah tak menghiraukan lagi pendidikan. Ada yang berhenti sekolah dengan beranggapan, "Kan mau jadi TKI"

Hingga suatu saat, tebentuklah sebuah tempat dimana para pendidik di supply kesana dan memiliki tugas untuk mengajak anak-anak untuk belajar 'kembali' mencintai Maduranya. Sebuah tempat layaknya gedung sekolah sederhana yang dibangun dengan ruang-ruang khusus seperti lahan untuk belajar bertani, berkebun, hingga ruangan bermain untuk mereka dapat belajar kembali lagu-lagu permainan daerah.
Lalu, apa sudah tuntas permasalannya?

Jika kita kaji, bukan Indonesia namanya jika satu masalah tidak berujung masalah lain. Menyenangkan tentunya, berarti rakyat Indonesia terlatih untuk mencari solusi?! Back..
Masalah lain muncul sebagai suatu sinergi yang amat berlawanan. Stasiun televisi yang kemudian meliput menjadi umpan bagi para pengusaha untuk membuka tempat-tempat penginapan bagi turis yang berkunjung.
Mungkin anda akan bertanya, "BUKANKAH BAIK, MENAMBAH DEVISA NEGARA TOH?"


Inilah yang menjadi dasar pertanyaan saya ketika diberi kesempatan oleh Bpk. Harry Tjan untuk ber-entertain di muka para peserta diskusi.

"Seperti yang telah dituturkan Prof.Melanie tadi, saya jadi ingat tentang Provinsi Belitung yang tingkat pengunjungnya melonjak naik secara drastis ketika novel Tetralogi Laskar Pelangi sukses dipasaran. Belum lagi dengan garapan film yang meraih banyak penghargaan. Sungguh luar biasa, banyak sekali pihak yang merasa diuntungkan. Seperti yang diliput oleh beberapa media massa, seorang bapak yang tadinya hanya penggali timah serabutan bisa menjajakan jualan minumannya bagi pengunjung yang bertandang ke lokasi syuting film Laskar Pelangi. Perubahan juga amat terasa kental di lapisan pemerintah, khususnya pada pendapatan daerah yang kian merangkak naik.
Saya, memposisikan diri sebagai mahasiswa di bagian perekonomian, Akuntansi, merasakan adanya angin segar dalam merealisasikan ilmu-ilmu management yang dosen berikan,. Bagaimana tidak, dengan bekerja sama dengan teman-teman dari STPT, STMT dan sekolah tinggi lainnya, tentu meningkatkan pendapatan negara hingga berubahnya status negara kita dari negara berkembang menjadi negara maju, bukanlah impian belaka. Toh, ini baru Belitung, sedangkan negara ini terlalu kaya dengan keindahan-keindahan yang jauh lebih indah dari Belitung. Tapi pertanyaannya, masih bisakah mahasiswa-mahasiswa
seperti kami ini, tetap menjunjung tinggi rasa nasionalisme dan kecintaan kami pada Bumi Pertiwi dengan melihat kembali efek-efek negatif yang amat terasa bagi para calon penerus bangsa (anak-anak Indonesia)??
Sedangkan, seperti yang Ir. Soekarno katakan bahwa: Mahasiswa-mahasiwi Indonesia tidaklah sama dengan para pemuda-pemudi Inggris, Amerika, dan negara barat lainnya yang menghabiskan masa muda mereka hanya dengan bersenang-senang dan bermain. Mahasiswa-mahasiswi Indonesia dituntut untuk berjuang keras di tengah-tengah kehidupan yang serba sulit. Contoh sederhana yang saya rasakan adalah mengantri TransJakarta. Rasa lelah dan penat ketika masuk ke antrian yang nyaris sepanjang 1km, harus saya patahkan dan saya buang jauh-jauh mengingat keharusan saya untuk berada di ruang kuliah, untuk mendapat siraman ilmu dari para dosen. Itu belum termasuk dengan rasa menjadi seperti ikan asin ketika giliran masuk ke dalamnya. Miris. Tapi terkadang menyenangkan, rasa senang itu muncul ketika syukur meluap saat mengetahui, hidup dengan perjuangan, adalah jauuuuuuuh lebih indah daripada menjadi 'anak supir'.
Back..inti pertanyaan yang saya ajukan pada Prof. Melanie adalah, bagaimana menyatukan kedua sinergi yang saling berlawanan ini, agar tercipta situasi balance antara sukses dan tetap tergenggamnya nasionalisme di tangan 'para sukses' tersebut. Karena yang saya rasakan saat ini, banyak mahasiwa-mahasiswi menjadi seorang Scatter-Brained dalam hal ini.

Then, she answered my question with smile. She told that she was happy to know me, as a student college, have a hard thinking about this case.
She start answer my question with give her experience.
Beliau bercerita tentang lingkungan rumahnya yang amatlah rukun dan saling menghormati, dari pemilik rumah yang satu dengan pemilik rumah lainnya. Terasa kental ketika hari raya-hari raya besar mendekat. Keharmonisan terjalin dengan baik di setiap event-event keagamaan. Baik ketika Natal, Idul Fitri, Imlek, Galungan, dan hari raya lainnya. Namun keadaan menjadi berbeda ketika MUI mengeluarkan peraturan bai para Muslim untuk tidak mengucapkan dan memberi selamat pada umat Kristiani yang merayakan Natal. Haram sebutnya. Tetangga beliau yang juga Muslim ternyata mengukiti peraturan MUI tersebut, berbagi kue disaat Natal tidak lagi mereka lakukan. Lalu apa kerukunan diantara mereka seketika itu bubar? Happy to say NO! tetangga Muslim Prof. Melanie memang tidak berkunjung ke rumah beliau ketika hari Natal (beliau adalah seoran Kristen), tapi mereka datang berkunjung ketika Tahun Baru tiba.
(Sebagian orang akn bingung mengapa jawaban beliau sepeti ini)
Tapi dengan jawaban yang beliau berikan, mahasiswi seperti saya ini ternyata baru saja diberi kesempatan untuk berfikir tidak hanya dari satu sisi dominan. Ada kalanya kita lihat sisi resesif, sisi yang lebih sedikit punya wewenang, tapi punya dampak yang jauh lebih besar dari si dominan. Berfikir dingin, berjiwa tenang, dan berhati-hati berjalan, adalah hal yang harus mahasiswa dan mahasiswi Indonesia miliki. Mari cari solusi bukan dengan 'melawan' dan bukan dengan mencaci. Gunakanlah kesempatan yang kita miliki, yaitu menjadi seorang mahasiswa dan mahasiswi, dengan sebaik mungkin. Tetap junjung tinggi rasa bangga akan Indonesia. Mau protes? tidak harus berdemo, gunakanlah media yang ada, punya bakat menulis, tulislah opinimu sebaik mungkin. Bakat akademik? buatlah Indonesia bangga memilikimu. Ingat, Negara kita ini terlalu kaya. Namun tak semua 'terlalu' itu adalah kaya. Tugas kita saat ini adalah menguak keteraluan itu, membawanya ke permukaan bumi, dengan tetap Garuda dihati.
Herlind.